Tak kunjung direalisasikannya pembentukan Bank Jatim Syariah satu BUS ( Bank Umum Syariah ) Jatim oleh Gubernur Jatim membuat berang DPRD Jatim.
Pasalnya pembentukan BUS (Bank Umum Syariah) Bank Jatim ini dinilai sangat penting, bahkan pengesahan APBD 2019, harus diundur demi mewujudkan perda ini. Kala itu penggedokan diundur “hanya” karena menunggu perda ini disahkan demi mengesahkan tambahan modal 200 miliar. Tidak heran jika DPRD Jatim mempertanyakan keseriusan Bank Jatim atas perda ini.
Anggota Komisi C DPRD Jatim Malik Efendi mengatakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa telah mencampakkan perintah pembangunan Bank Jatim Syariah di Jatim.
“Ini perintah perda yang harus dilaksanakan dan harus dijalankan. Perda ini sudah digagas dua tahun bersama gubernur sebelumnya pak De Karwo,”jelasnya.
Jika gubernur tak mau menjalankan perda, kata Malik, dirinya berharap agar dilakukan revisi terlebih dahulu perda tersebut.”Harusnya yang bersangkutan sudah running atau melanjutkan pembangunan bank Jatim Syariah tersebut,”jelasnya.
Diungkapkan oleh Malik, saat ini untuk realisasi pembangunan Bank Jatim Syariah sudah keluar ijin prinsip.” Namun penyertaan modal sebagai salah persyaratan tak kunjung dikeluarkan oleh gubernur. Bahkan, OJK meragukan keseriusan Pemprov untuk membangun Bank Jatim Syariah. Harusnya bulan November sudah ada kelanjutan dalam penyetoran modal Bank Syariah,” jelasnya
Hal senada diungkap anggota Komisi C lainnya Irwan Setiawan. Harusnya Gubernur dan Bank Jatim kata Irwan bisa mewujudkan perintah tersebut “Kan amanat perda. Harusnya sesuai rencana bisa dilaksanakan. Karena itu menjadi tanggung jawab Bank Jatim Yang seharusnya dapat dipenuhi sesuai komitmen saat perda dibuat,” kata Ketua Frakis PKS DPRD Jatim ini.
Karena ini komitmen maka Bank Jatim harus konsisten mewujudkan perintah perdana tersebut, “Prinsipnya dulu bank jatim mengatakan siap termasuk menyelesaikan persyaratan spin off,” ungkapnya.
Bahkan kabarnya, kondisi ini diperparah dengan kebijakan Bank Jatim yang mencabut salah satu syarat utama lainnya yang sudah diserahkan ke OJk yaitu struktur organisasi. Sehingga menyebabkan progres pembentukan BUS ini menjadi nol atau gagal.
Tidak hanya itu, kata Malik masih terkait kebijakan gubernur soal Bank Jatim, pengangkatan tujuh direksi Bank Jatim dan enam komisaris oleh gubernur Khofifah dinilai bertentangan dengan Permendagri No 54 tahun 2017 tentang BUMD. ”Harusnya komisaris ada lima orang dan direksi lima orang. Padahal dalam perda BUMD juga masing-masing lima orang di posisi tersebut. Ini jelas melanggar,”jelas di Surabaya Senin (8/7/2019).
Politisi asal PAN ini mengatakan jika gubernur Jatim tetap nekat untuk mempertahankan keputusannya tersebut, gubernur Khofifah bisa terseret pidana.” Jelas kalau nekat, tentunya akan memberi gaji para komisaris dan direksi yang jelas melanggar perundangan. Jika dicairkan bisa kena pidana gubernur,”terangnya.
Dengan adanya pelanggaran dua perda tersebut kata Malik, gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dinilai gagal dalam menjalankan pemerintahan dan layak dilakukan interpelasi.” Sudah layak di interpelasi dengan mengabaikan dua peraturan tersebut,” tegasnya.
(Siagaindonesia.com, 8 Juli 2019)