Kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai “Abul Anbiya”. Karena padanya bertemu nasab para nabi, baik nabi dari bani Ismail maupun bani Israil. Diluar itu, sebenarnya tidak berlebihan juga jika kita menyematkan gelar sebagai “Bapak Masjid” kepada nabi Ibrahim. Pasalnya, beliau memang memiliki peran besar terhadap masjid. Sebuah peran yang sudah selayaknya kita teruskan. Apa peran beliau terhadap masjid?
Pertama, Mendirikan Masjid
Al Qur’an menegaskan bahwa rumah ibadah yang pertama kali didirikan adalah Baitullah, di Makkah. Keterangan tersebut sekaligus membantah klaim kaum Yahudi yang mengklaim bahwa rumah ibadah yang pertama kali dibangun adalah Baitul Maqdis, di Palestina. Termasuk ranah perbedaan lain adalah tentang putra Ibrahim yang disembelih, Al Qur’an menyebut nama Ismail sedang Bible menyebut nama Ishaq. Selain itu, posisi kapal Nabi Nuh juga agak berbeda, dimana Al Qur’an menyebut digunung Judi, sedang Bible menyebut di Ararat. Hal – hal seperti ini mudah untuk dipahami jika kita mau belajar Kristologi.
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mendirikan Baitullah “Al qawaa’ida minal bait”. Berselang waktu 40 tahun kemudian, Nabi Ishaq mendirikan Baitul Maqdis. Nabi Sulaiman merenovasi Baitul Maqdis dari kerusakan, sedangkan yang merenovasi Baitullah pasca banjir adalah Nabi Muhammad. Masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad adalah Masjid Quba. Selanjutnya setelah tiba di Madinah, bersama dengan kaum muslimin mendirikan Masjid Nabawi. Perilaku para nabi tersebut diteruskan oleh orang – orang shaleh, termasuk Walisanga di tanah Jawa yang mendirikan Masjid Agung Demak.
Sebagai kafilah penerus dakwah para nabi, sudah selayaknya pula kita mengikuti pola mereka. Dimana ada satu komunitas kaum muslimin, selayaknya disana ada bangunan masjid. Jangan sampai ada kampung, kompleks perumahan atau gerumbul desa yang tidak memiliki Masjid. Di Indonesia bagian tengah dan barat, proses pendirian masjid terhitung relatif mudah. Namun tidak demikian halnya dengan Indonesia bagian timur. Karena itu sudah selayaknya kita saling ta’awun agar masjid bisa hadir diseluruh pelosok negeri. Karena rasulullah bersabda “Ahabbul bilaadi ilallaah, masaajiduha”.
Kedua, Membersihkan Masjid
Setelah berdiri, Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk membersihkan Baitullah “An Thahhira baitiya liththaa-ifiina, wal ‘akifiina, war rukka’is sujuud”. Jadi sederhananya, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail diperintah Allah agar menjadi marbot masjid. Peran yang sama juga dilakukan oleh Nabi Zakaria dan Maryam. Sebagai marbot masjid, tentu saja melakukan pekerjaan seperti menyapu, merapikan dan mempersiapkan segala sesuatu agar jama’ah merasa nyaman beribadah didalamnya. Ternyata, peran sebagai marbot adalah tugas para nabi dan orang – orang shaleh. Secara implisit, ayat tersebut juga menegaskan bahwa syariat berupa thawaf, itikaf dan shalat sudah diperintahkan sejak era nabi Ibrahim.
Sebagian kita mungkin kurang bisa menghargai mereka yang menjadi petugas kebersihan masjid. Dianggapnya, mereka adalah orang biasa, orang kecil dan pinggiran yang tidak punya kesibukan dan pekerjaan. Pola pandang seperti ini perlu kita rubah, karena sesungguhnya marbot masjid adalah penerus khidmat para nabi. Rasulullah juga memberikan penghormatan yang besar kepada marbot masjid. Terbukti beliau langsung menyusul berziarah kubur dan shalat ghaib saat mengetahui marbot masjid nabawi meninggal dan sudah dikuburkan. Meski dibeberapa masjid sudah ada petugas khusus, semestinya hal itu tidak menghalangi partisipasi kita u tuk ikut menyapu, mengepel, merapikan karpet dan menyiapkan segala peralatan ibadah. Karena baasan bagi marbot masjid kelak diakherat adalah akan dibangunkan rumah di surga. Rumah di surga itu megah, luas dan besar. Batu batanya saja dibuat dari emas. Mau?
Selain membersihkan dalam konteks tempat, juga dimaksudkan membersihkan dalam konteks iman. Maksudnya, masjid adalah simbol tauhid karenanya harus dijaga agar tidak ada simbol atau perbuatan yang berpotensi membawa pada kesyirikan didalam masjid. Dimasa jahiliyah, Baitullah sebagai simbol tauhid dinodai dengan aneka kemusyrikan berupa patung berhala yang jumlahny mencapai 360 buah. Saat Fathu Makkah, rasululah menghancurkan berhala yang berada disekeliling dan didalam Baitullah sambil melafalkan ayat yang sangat terkenal “Waqul jaa-al haqq, wa zahaqal baathil. Innal baathila kaana zahuuqa”. Jelang wafat, beliau juga berwasiat agar tidak mengikuti jejak ahli kitab yang mendirikan masjid diatas makam para nabi.
Ketiga, Memakmurkan Masjid
Setelah Baitullah berdiri dan dibersihkan, maka Nabi Ibrahim menyeru manusia seluruhnya untuk datang dan melaksanakan ibadah haji, sebagaimana perintah Allah “Wa adzin fin naas bil hajj”. Karena itu, dalam banyak momentum pengajian haji, biasanya pak kyai menjelaskan bahwa para jama’ah haji tengah menjawab seruan ribuan tahun lalu dari seorang Nabi Ibrahim untuk berziarah ke Baitullah dan melaksanakan ibadah haji. Para jama’ah haji adalah manusia yang terpilih sebagai tamu Allah “Duyufullah, Duyufur Rahman”, yang undangannya disampaikan oleh Nabi Ibrahim. Keren kan?
Pesan yang bisa kita tangkap, jika kita sudah mendirikan masjid dilingkungan, sudah kita bersihkan dan rehab bangunanya dari kerusakan, maka langkah selanjutnya adalah memanggil manusia untuk beribadah bersama – sama didalamnya. Caranya bisa dengan adzan, dengan undangan pengajian, dengan pesan di medsos dan whatsapp. Atau kalau mau bisa mengikuti jejak aktivis jama’ah tabligh yang mengetuk pintu “door to door” untuk mengajak shalat berjama’ah. Karena bagi mereka yang berstatus tetangga masjid sesungguhnya memang tidak layak jika melaksanakan shalat wajib dirumah.
Pertanyaannya, siapakah yang dimaksud dengan tetangga masjid itu? Ternyata bukan hanya mereka yang rumahnya didepan atau samping kanan kiri masjid saja. Tetapi siapa saja yang masih bisa mendengar suara adzan, mereka itulah yang berstatus sebagai tetangga masjid. Berhubung adzan jaman sekarang sudah pakai speaker, otomatis semakin banyak kaum.muslimin yang berstatus sebagai tetangga masjid. Malah kadang mereka berstatus sebagai tetangga bagi beberapa masjid. He..9x.
Ukuran kemakmuran masjid, sekali lagi tidak dilihat dari megahnya bangunan atau melimpahnya hidangan takjilan. Tapi dilihat dari banyaknya aktivitas didalamnya serta diukur dari banyaknya jama’ah. Karena itu, ajaklah seluruh kaum muslimin untuk beribadah bersama – sama didalamnya. Jangan sampai, keberadaan masjid hanya dikhususkan bagi satu kelompok saja, satu jama’ah saja, satu ormas saja dll.
Khatimah
Jika masjid eksis di satu daerah, itu pertanda berhasilnya syiar dan dakwah islam. Tapi jika kondisinya memprihatinkan, maka itu jadi satu isyarat rendahnya kualitas keberagamaan umat islam disekelilingnya. Eksistensi masjid menjadi salah satu isu panas saat ini. Entah sebagai korban penggusuran dan tukar guling, atau karena turunnya peran dan fungsi masjid ditengah umat. Dulu masjid menjadi magnet dan pusat kegiatan umat, sekarang banyak peranan yang terpinggirkan dari masjid.
Jelang perang Badar, salah satu bentuk peneguhan jatidiri kaum muslimin adalah dialihkannya kiblat, dari Baitul Maqdis ke Baitullah. Kala itu, Baitullah berada dibawah kekuasaan kaum Quraisy. Mulai bangkitlah semangat jihad kaum muslimin untuk membebaskan Baitullah dari cengkraman kaum Quraisy. Saat ini, mulai banyak pemimpin daerah dan komunitas yang berupaya menggusur dan mengebiri peran masjid. Semoga, kondisi ini juga bisa menyadarkan dan membangkitkan daya juang kaum muslimin untuk bergerak dan berdakwah. Mari kita kuatkan tekad untuk meneruskan khidmat Nabi Ibrahim, dengan mendirikan, membersihkan dan memakmurkan masjid. Wallahu a’lam.
Eko Jun
Artikel dari aplikasi MyPKS
Aplikasi MyPKS dapat didownload di Playstore